Pare-Pare || Daftar Hitam News.Id — Rapat Paripurna DPRD Parepare pada 19 November 2025 kembali memperlihatkan betapa rapuhnya perencanaan anggaran Pemerintah Kota Parepare. Bukan hanya keributan dan saling sanggah, tetapi aksi walk out Sekda di tengah pembahasan APBD 2026 menjadi simbol paling jelas bahwa Pemkot tidak siap menghadapi tanggung jawab konstitusionalnya.
Ironisnya, di saat daerah lain sudah masuk tahap finalisasi APBD 2026, Pemkot Parepare masih berkutat pada persoalan paling mendasar: mengusulkan anggaran yang bukan kewenangannya, yakni bantuan seragam untuk SMA/SMK sektor yang secara hukum merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi, bukan pemerintah kota.
Ini bukan sekadar kesalahan teknis.
Ini dugaan pelanggaran regulasi anggaran.
Sejumlah aturan yang diduga dilanggar terkait pengusulan anggaran tersebut antara lain:
1. UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Urusan pendidikan menengah (SMA/SMK) adalah kewenangan provinsi.
Pasal 18 ayat (5) menegaskan bahwa pemda dilarang menganggarkan program di luar kewenangannya.
2. UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
APBD wajib disusun berdasarkan asas kepatuhan pada peraturan perundang-undangan.
Pengalokasian anggaran yang bukan kewenangan dapat masuk kategori belanja tidak sah.
3. PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Hanya program sesuai kewenangan pemerintah daerah yang boleh dibiayai APBD.
APBD yang memuat program ilegal dapat dibatalkan oleh Gubernur atau Kemendagri.
4. Permendagri 77 Tahun 2020
Menegaskan bahwa klasifikasi belanja harus sesuai urusan pemerintahan.
Anggaran seragam SMA/SMK tidak memenuhi syarat tersebut.
Dengan demikian, kekisruhan paripurna bukan sekadar adu argumentasi, tetapi menyentuh aspek legalitas APBD itu sendiri.
Walk Out Sekda Mempertebal Dugaan Ketidaksiapan Pemkot
Aksi walk out Sekda Parepare menjadi sorotan tersendiri.
Di forum resmi penyusunan APBD, walk out bukan sikap prosedural itu adalah:
tanda ketidaksiapan,
kegagalan mempertanggungjawabkan usulan anggaran,
dan bentuk lari dari kewajiban menjelaskan dasar hukum program.
Pada titik ini, wajar bila publik mempertanyakan kelayakan jajaran eksekutif dalam mengelola APBD, dokumen strategis yang menentukan arah pembangunan kota.
Ketua LSM PAKAR (Pemuda Berkarya Merdeka), Tenri Wara, mengeluarkan pernyataan keras atas kekacauan penyusunan APBD 2026 dan sikap Sekda dalam rapat paripurna.
“Apa yang terjadi di Paripurna DPRD Parepare adalah kegagalan total Pemerintah Kota dalam memahami hukum dan mengelola anggaran. Mengusulkan program yang jelas bukan kewenangan Pemkot adalah bentuk kesembronoan birokrasi yang tidak bisa ditolerir.”
“Walk out itu bukan solusi. Itu adalah bukti bahwa pejabat yang bertanggung jawab tidak mampu mempertanggungjawabkan usulan anggarannya sendiri. Ini mempermalukan institusi pemerintahan di hadapan publik.”
“Kami dari LSM PAKAR (Pemuda Berkarya Merdeka) menegaskan bahwa APBD bukan ruang percobaan. Jika Pemkot masih memaksakan program ilegal ini, kami siap menempuh langkah hukum: melapor ke APIP, Inspektorat Provinsi, hingga Kemendagri.”
“Rakyat Parepare berhak mendapatkan pemerintahan yang paham aturan, bukan pejabat yang meninggalkan forum begitu saja. Kalau tidak mampu mengelola anggaran, mundur jauh lebih terhormat daripada merusak masa depan kota.”
Keterlambatan penetapan APBD akan memaksa Parepare masuk ke pola belanja wajib dan mengikat, yang berarti:
proyek pembangunan tertunda,
pelayanan publik terganggu,
kegiatan strategis terhenti,
sanksi administrasi dari Gubernur atau Mendagri bisa dijatuhkan.
Semua ini terjadi hanya karena ketidaksiapan Pemkot memahami aturan dasar penyusunan anggaran.
APBD bukan dokumen yang boleh disusun berdasarkan asumsi atau kepentingan politik sesaat.
APBD adalah milik rakyat.
Ketika Pemkot tidak memahami batas kewenangan dan memilih walk out ketimbang bertanggung jawab, maka yang muncul adalah kekacauan tata kelola daerah.
DPRD sudah bertindak benar dengan menolak usulan yang melanggar aturan.
Namun pembenahan total tetap diperlukan di sisi eksekutif.
Parepare butuh kepemimpinan anggaran, bukan drama paripurna.
Butuh kepastian regulatif, bukan walk out.
Butuh kompetensi birokrasi, bukan eksperimen anggaran yang menabrak UU.
Hingga Berita ini di Publikasikan,Media ini membuka ruang klarifikasi dari Pemkot Pare-Pare demi keberimbangan informasi.
Redaksi :daftarhitamnews.Id
Editor : Galang
