Makassar || Daftar Hitam News.Id — Polemik kebijakan baru di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin kembali mencuat. Masyarakat yang hendak masuk ke area bandara kini diharuskan membayar biaya sewa kartu masuk (visitor pass) dengan kisaran harga mulai dari Rp20.000 hingga Rp60.000 per orang. Biaya itu belum termasuk tarif parkir kendaraan yang dikenakan saat keluar dari kawasan bandara, yang bervariasi tergantung lama parkir. Senin, 4/08/2025.
Kebijakan ini memicu keluhan luas dari publik, terutama mereka yang hanya mengantar atau menjemput penumpang tanpa niat menggunakan fasilitas penerbangan.

“Saya hanya ingin antar keluarga saya yang akan berangkat menunaikan ibadah Umroh. Tapi saya dikenakan biaya masuk yang tidak masuk akal, belum lagi tarif parkirnya. Rasanya seperti dipaksa bayar tanpa alasan jelas,” ujar Salah Satu warga Kota Makassar ini
“Dan Kartu Pas yang di persewakan berlaku hanya untuk satu kendaraan saja, jadi betul-betul kebijakan baru dari vendor ini sangat merugikan bagi masyarakat yang ingin Masuk ke Bandara pak”. Lanjut nya.
Yang menjadi sorotan masyarakat adalah perubahan sistem yang sebelumnya tidak demikian. Pada tahun-tahun sebelumnya, masyarakat yang hendak masuk ke area bandara cukup mengambil karcis biasa di portal otomatis yang tersedia di pintu masuk, baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat. Sistem lama itu langsung terintegrasi dengan sistem parkir, dan tidak ada pungutan biaya terpisah hanya untuk masuk.

Namun kini, dengan hadirnya vendor baru yang diduga merupakan pihak ketiga berbeda dari pengelola sebelumnya, kebijakan berubah drastis. Terdapat pemisahan antara biaya masuk dan biaya parkir, di mana masyarakat wajib membayar sewa kartu masuk yang dikelola vendor di loket-loket tertentu sebelum diizinkan mengakses area tertentu dalam bandara, seperti pada pintu portal masuk ke Bandara Internasional Hasanuddin Makassar ini.
Kondisi ini menambah beban pengeluaran masyarakat yang hanya ingin mengantar atau menjemput kerabat. Bahkan beberapa pengguna menyebutnya sebagai “pemalakan resmi” yang terbungkus skema pengelolaan fasilitas.
Beberapa regulasi nasional yang seharusnya menjadi acuan dan pengaman dalam kebijakan ini antara lain:
1. UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 275 menegaskan bahwa pengelolaan usaha di dalam kawasan bandar udara yang bukan merupakan pelayanan jasa kebandarudaraan harus mendapatkan izin dan diawasi oleh otoritas bandara.
2. Permenhub RI Nomor PM 129 Tahun 2015
Mengatur bahwa seluruh mekanisme keluar-masuk orang dan kendaraan di wilayah bandara wajib mengutamakan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan, serta tidak boleh bersifat komersial secara berlebihan tanpa landasan hukum yang sah.
3. Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Jika kerja sama dengan vendor dilakukan oleh BUMN seperti Angkasa Pura, maka harus melalui proses tender terbuka, akuntabel, dan dilaporkan ke publik.
Ketua LSM PAKAR yang mendapatkan informasi terkait kebijakan baru yang diterapkan oleh vendor ini.Ketua LSM PAKAR Mendesak agar Kementerian Perhubungan dan Otoritas Bandar Udara Wilayah V segera turun tangan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan ini.
Tenri wara, menyebut kebijakan ini sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas publik untuk kepentingan bisnis kelompok tertentu.
“Jika bandara yang seharusnya melayani rakyat justru dimonopoli oleh vendor-vendor yang hanya cari keuntungan, itu tanda ada yang salah dalam pengawasan dan manajemen. Tidak boleh ada pungutan liar yang dibungkus kemasan resmi,” tegasnya.
Sampai berita ini diterbitkan, pihak PT Angkasa Pura I Cabang Makassar belum memberikan klarifikasi resmi, Masyarakat berharap agar seluruh pihak terkait dapat menjawab polemik ini secara transparan dan menyeluruh.
Publik juga mendesak agar biaya sewa kartu masuk dihapuskan atau setidaknya dievaluasi agar tidak membebani masyarakat yang sekadar menjalankan aktivitas antar-jemput keluarga.
Lp: Galang