Jakarta || Daftarhitamnews.id — Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (11/9/2025) menghadirkan kesaksian yang menyentuh hati publik. Sukri, warga asli Pulau Rempang, tampil mewakili masyarakat adat Rempang untuk memberikan keterangan dalam perkara Nomor 112/PUU-XXIII/2025 yang menguji kebijakan Proyek Strategis Nasional (PSN) terkait pengembangan Rempang. Senin,15 September 2025.
Dalam kesaksiannya, Sukri menegaskan bahwa klaim pemerintah yang menyebut Rempang sebagai “tanah kosong” tidak benar. Menurutnya, masyarakat Rempang sudah mendiami wilayah itu secara turun-temurun, jauh sebelum Indonesia merdeka.
“Rempang bukan tanah kosong. Kami hidup di sana sejak lama, ada makam leluhur kami, peninggalan sejarah masa Belanda dan Jepang. Itu bukti bahwa kami adalah bagian sah dari tanah itu,” ujar Sukri di hadapan majelis hakim konstitusi.
Sukri juga mengungkap adanya intimidasi dan tekanan dari berbagai pihak, mulai dari aparat keamanan hingga pihak perusahaan yang disebut-sebut terlibat dalam proyek pengembangan. Ia menyinggung peristiwa 7 September lalu, ketika tim terpadu yang berupaya masuk ke Rempang melakukan tindakan represif terhadap warga.
“Rumah-rumah kami dilempari gas air mata, bahkan sekolah anak-anak kami ikut jadi sasaran. Ada pemukulan, ada ketakutan yang ditanamkan. Apakah ini cara negara memperlakukan rakyatnya sendiri?” tutur Sukri dengan suara bergetar.
Kesaksian ini langsung menjadi sorotan karena menggambarkan realitas pahit yang dialami masyarakat Pulau Rempang di tengah rencana besar investasi yang dikemas sebagai Proyek Strategis Nasional.
Pernyataan Sukri mewakili keresahan banyak warga Rempang yang merasa hak hidup dan sejarah mereka terancam. Organisasi masyarakat sipil dan akademisi hukum menilai kesaksian tersebut sebagai bukti penting bahwa pelaksanaan PSN harus memperhatikan aspek kemanusiaan dan hak konstitusional warga.
“Pasal 28H UUD 1945 menjamin setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta tempat tinggal yang layak. Tidak boleh ada pembangunan yang mengorbankan rakyat,” ujar salah satu pemerhati hukum tata negara.
Catatan Redaksi Daftarhitamnews.id
Kasus Pulau Rempang mengingatkan pada sejumlah konflik agraria lain di Indonesia, di mana kepentingan investasi kerap berbenturan dengan hak masyarakat adat. Kesaksian Sukri bukan hanya curahan hati warga Rempang, tetapi juga simbol perlawanan rakyat kecil yang mempertahankan tanah warisan leluhur mereka.
Daftarhitamnews.id menegaskan, suara rakyat harus menjadi dasar pertimbangan dalam setiap kebijakan negara. Demokrasi tidak hanya soal pembangunan fisik, melainkan juga penghormatan terhadap sejarah, budaya, dan keberlangsungan hidup masyarakat.
Lp: Galang
