Makassar || Daftar Hitam News.Id — Tragedi yang merenggut nyawa Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, akibat terlindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta, kini berbuntut panjang. Kompol Cosmas, yang kala itu bertugas memimpin di dalam kendaraan, resmi dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) oleh sidang kode etik Divpropam Mabes Polri.
Namun, keputusan ini justru menimbulkan dilema. Di satu sisi, keluarga Affan menuntut keadilan penuh atas kehilangan putra tercinta. Di sisi lain, Kompol Cosmas, seorang ayah yang juga memiliki anak-anak yang harus dinafkahi, kini terancam kehilangan masa depan bersama keluarganya.
Dalam siaran langsung Kompas TV, Kompol Cosmas menahan air mata ketika menyampaikan permintaan maaf.
“Saya benar-benar tidak tahu apa yang terjadi di luar kendaraan. Saya baru tahu setelah video viral. Dari lubuk hati terdalam, saya memohon maaf kepada keluarga almarhum Affan Kurniawan, juga kepada seluruh masyarakat Indonesia. Saya sangat menyesal,” ucapnya lirih.
Pernyataan ini mengguncang publik. Sebagian menilai permohonan maaf itu tulus, lahir dari penyesalan seorang perwira yang tidak menyangka insiden maut bisa terjadi di bawah tanggung jawabnya.
Reaksi publik pun terbelah. Ada yang tetap mendesak keadilan ditegakkan keras demi almarhum Affan, namun ada pula gelombang simpati untuk Cosmas. Di media sosial, dukungan moral terus berdatangan. Akun Sumalong Malong menuliskan pesan menyentuh: “Cosmas hanyalah manusia yang sedang menjalankan tugas. Jangan biarkan satu insiden mematahkan hidup dan keluarganya.”
Pimpinan Redaksi Daftar Hitam News.Id menilai keputusan PTDH terlalu berat.
“Kompol Cosmas adalah manusia biasa, seorang kepala keluarga. Ia punya anak-anak yang berhak dinafkahi, dan seorang istri yang mendampingi. Dengan PTDH, bukan hanya dia yang dihukum, tetapi juga keluarganya. Mari kita lihat sisi manusiawinya, jangan hanya sisi hukumnya,” ujarnya.
Kasus ini menjadi ironi besar: dua keluarga sama-sama menangis.
Keluarga Affan Kurniawan kehilangan putra tercinta yang pergi untuk mencari nafkah namun pulang tinggal nama.
Keluarga Kompol Cosmas kini menghadapi masa depan suram: seorang ayah kehilangan pekerjaan, dan anak-anak terancam kehilangan hak nafkah.
Kini, publik bertanya: apakah keputusan PTDH adalah harga mutlak demi keadilan bagi korban, atau masih ada ruang kebijaksanaan yang mempertimbangkan sisi kemanusiaan seorang ayah yang menanggung anak-anaknya?
Sorotan pun tertuju pada Polri: antara menegakkan keadilan setegas-tegasnya, atau membuka ruang peninjauan kembali demi memberi harapan pada masa depan keluarga Kompol Cosmas.
Lp: Galang