Wajo || Daftar Hitam News.Id — Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) peningkatan kompetensi tenaga pendidik yang digelar oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, menuai sorotan publik.
Sejumlah kepala sekolah mengaku mendapat tekanan untuk mengikuti kegiatan tersebut, bahkan sebagian di antaranya terpaksa menggunakan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) demi memenuhi kewajiban yang diduga bersifat “wajib”.
Bimtek yang dijadwalkan berlangsung di Swiss-Belhotel Makassar, pada 26–28 Oktober 2025, diikuti oleh seluruh kepala sekolah dan guru SD–SMP se-Kabupaten Wajo.
Kegiatan ini dikelola oleh PT Putri Dewani Mandiri, perusahaan yang bergerak di bidang riset pendidikan dan pelatihan formal, yang diketahui telah mengirimkan undangan resmi kepada para peserta.
Salah satu kepala sekolah berinisial TP mengungkapkan bahwa dirinya mendapat intervensi langsung dari pejabat Disdikbud Wajo.
“Iya, ada intervensi dari Kepala Disdikbud, diwajibkan katanya ikut Bimtek bagi kepala sekolah,” ujar TP kepada sejumlah media, Sabtu (23/10/2025).
Beberapa kepala sekolah lain juga mengaku harus mengalokasikan Dana BOS untuk membayar biaya partisipasi kegiatan tersebut agar tidak dianggap melawan kebijakan dinas.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wajo, H. Alamsyah, memberikan klarifikasi melalui pesan WhatsApp kepada Daftar Hitam News.Id.
“Rujukan saat ini adalah Permendikdasmen RI Nomor 8 Tahun 2025, maka bila rujukan ini yang dipakai, Permendikbudristek 63 Tahun 2022 sudah diperbarui. Perusahaan setiap tahun melaksanakan kegiatan bimtek guru di daerah,” ujar Alamsyah.
Ia juga menegaskan bahwa kegiatan pelatihan tersebut merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi guru dan kepala sekolah.
“Bahwa peningkatan kompetensi bagi kepsek dan guru itu suatu keharusan dilaksanakan dalam menghadapi pendidikan untuk semua, sehingga sesuai bobot sekolah mengalokasikan penganggaran hal itu melalui Arkas-nya.
Namun karena peserta sangat banyak, maka sekolah menggandeng secara mandiri salah satu perusahaan tersebut,” jelasnya.
Lebih lanjut, Alamsyah menambahkan “Pengelolaan Dana BOS merupakan bagian dari operasional sekolah, bukan hanya menjawab kebutuhan siswa tetapi juga kebutuhan lainnya, termasuk peningkatan kompetensi guru dan kepala sekolah.”
Namun, hingga berita ini dipublikasikan, H. Alamsyah belum memberikan tanggapan lanjutan terkait dugaan adanya tekanan terhadap kepala sekolah untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Berdasarkan Permendikdasmen RI Nomor 8 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis BOSP:
Pasal 7 ayat (1): Pengelolaan dana BOSP dilakukan secara mandiri oleh satuan pendidikan.
Pasal 7 ayat (3): Pemerintah daerah tidak diperkenankan melakukan intervensi terhadap keputusan penggunaan dana oleh sekolah.
Pasal 8 huruf b: Setiap penggunaan dana harus tercantum dalam RKAS hasil musyawarah guru dan komite sekolah.
Sementara Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022 yang sebelumnya menjadi acuan pengelolaan BOS menegaskan dalam:
Pasal 4 ayat (1): Pengelolaan Dana BOS dilakukan secara mandiri oleh sekolah tanpa intervensi pihak mana pun.
Pasal 9 ayat (1): Setiap penggunaan Dana BOS wajib berdasarkan hasil musyawarah sekolah dan disetujui oleh komite sekolah.
Adapun Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 Pasal 3 menekankan prinsip efisiensi, efektivitas, dan kepatuhan hukum dalam setiap penggunaan anggaran pemerintah.
Dengan demikian, jika kepala sekolah menggunakan Dana BOS karena tekanan atau instruksi, maka hal itu berpotensi melanggar asas kemandirian dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pendidikan.
Menanggapi klarifikasi Disdikbud Wajo, Presiden Toddopuli Indonesia Bersatu (TIB), Syafriadi Djaenaf Dg. Mangka, menyampaikan sikap tegas:
“Penjelasan Kadisdikbud Wajo memang mengakui adanya kegiatan bimtek tahunan dan penganggaran di Arkas, namun itu tidak menjawab dugaan tekanan.
Bila sekolah menggandeng pihak ketiga karena arahan dinas, itu sudah menyalahi Pasal 7 Permendikdasmen 8/2025 yang melarang intervensi terhadap pengelolaan dana BOS.”
Ia juga menyinggung arah kebijakan nasional di bawah Presiden Prabowo Subianto yang menekankan efisiensi dan pemberdayaan ekonomi daerah.
“Presiden sudah mengimbau agar kegiatan pemerintahan tidak lagi dilakukan di hotel-hotel, tetapi di daerah masing-masing untuk menghidupkan UMKM.
Kalau Bimtek dilakukan di hotel berbintang di luar daerah, itu bertentangan dengan semangat efisiensi nasional,” ujarnya.
Syafriadi menambahkan “Kami di Toddopuli Indonesia Bersatu menolak segala bentuk tekanan birokrasi terhadap kepala sekolah.
Dana BOS adalah hak satuan pendidikan untuk membangun mutu, bukan untuk kepentingan pihak luar. Kami mendesak Inspektorat Wajo dan APIP segera turun tangan.
Pelatihan guru dan kepala sekolah adalah bagian penting dari peningkatan mutu pendidikan,
namun harus dilakukan:
Sesuai RKAS dan hasil musyawarah sekolah,
Tanpa tekanan atau paksaan dari pihak mana pun,
Secara efisien, transparan, dan akuntabel
Tidak mengorbankan Dana BOS di luar peruntukannya. Tutup DG.Mangka
Masyarakat kini menanti langkah tegas dari Pemerintah Kabupaten Wajo dan Inspektorat Daerah untuk menelusuri dugaan tekanan terhadap kepala sekolah serta memastikan pengelolaan Dana BOS sesuai peraturan yang berlaku.
Redaksi : daftarhitamnews.id
Editor : Galang
