Makassar || Daftar Hitam News.Id — Korupsi tetap menjadi tantangan besar bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Negara-negara besar seperti Cina dan Korea Selatan menunjukkan keberhasilan dalam menerapkan kebijakan pemberantasan korupsi yang tegas. Namun, masing-masing negara menghadapi tantangan yang berbeda dalam upaya memerangi praktik ini. Artikel ini akan membandingkan strategi dan tantangan yang dihadapi Cina, Korea Selatan, dan Indonesia dalam memberantas korupsi di negara mereka masing-masing. Rabu 5 Maret 2025.
Cina: Ketegasan dalam Sistem Terpusat
Pemberantasan korupsi di Cina dipimpin oleh Partai Komunis Cina yang memiliki kekuatan politik dan administratif yang sangat terpusat. Sejak Presiden Xi Jinping mengambil alih kepemimpinan pada tahun 2012, ia meluncurkan kampanye besar-besaran untuk memberantas korupsi, yang dikenal sebagai “kampanye bersih”. Dalam kampanye ini, pejabat pemerintah yang terlibat dalam korupsi, dari tingkat rendah hingga pejabat tinggi, tidak pandang bulu dihukum, bahkan ada yang dijatuhi hukuman mati.
Keberhasilan Cina terletak pada kekuatan sistem politik yang sentralistik. Partai Komunis mengontrol hampir seluruh sektor pemerintahan, yang memudahkan pengawasan dan penerapan kebijakan anti-korupsi. Namun, ada kritik bahwa kampanye ini juga digunakan sebagai alat untuk membersihkan pesaing politik Xi Jinping dan memperkuat kekuasaannya.
Kendala:
1. Keterbatasan Kebebasan Politik: Penindakan yang tegas seringkali dipertanyakan sebagai sarana untuk memberantas lawan politik, bukan semata untuk membersihkan praktik korupsi.
2. Penyalahgunaan Kekuasaan: Meskipun banyak pejabat tinggi yang dihukum, sebagian besar tetap memiliki akses ke kekuasaan dan sumber daya yang bisa disalahgunakan, membuat sistem rentan terhadap praktik korupsi meskipun diberantas di permukaan.
Korea Selatan: Keberanian Hukum dan Komitmen Transparansi
Korea Selatan merupakan salah satu negara yang dikenal memiliki lembaga anti-korupsi yang kuat dan independen, seperti Komisi Anti-Korupsi dan Hak Asasi Manusia (ACRC). Selain itu, masyarakat Korea Selatan memiliki kesadaran tinggi terhadap dampak negatif korupsi, yang mendorong pemerintah untuk melaksanakan kebijakan anti-korupsi yang transparan dan tegas.
Korea Selatan telah berhasil menuntut pejabat tinggi, bahkan mantan presiden, atas tuduhan korupsi. Ini menunjukkan bahwa tidak ada yang kebal dari hukum, dan transparansi dalam sistem hukum mendukung efektivitas pemberantasan korupsi. Upaya ini juga didukung oleh sistem pengawasan yang ketat terhadap sektor publik dan sektor swasta.
Kendala:
1. Politik dan Skandal Ekonomi: Meskipun penegakan hukum tegas, korupsi seringkali melibatkan konglomerat besar yang memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan ekonomi dan politik. Ini menciptakan ketegangan antara hukum dan kepentingan ekonomi.
2. Proses Hukum yang Panjang: Walaupun terdapat keseriusan dalam menuntut koruptor, proses hukum yang panjang dan berlarut-larut kadang menjadi hambatan dalam membawa pelaku korupsi ke pengadilan.
Indonesia: Tantangan Demokrasi dan Sistem Hukum yang Rentan
Indonesia memiliki lembaga anti-korupsi yang cukup diakui, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang telah berhasil mengungkap berbagai kasus korupsi besar. Namun, sistem hukum Indonesia sering kali dihadapkan pada kelemahan dalam eksekusi hukuman dan intervensi politik yang membuat pemberantasan korupsi tidak maksimal.
Walaupun banyak pejabat dan politisi yang dijerat oleh KPK, praktik korupsi tetap terjadi di berbagai sektor. Tidak jarang, para pejabat yang terlibat dalam korupsi mendapatkan perlindungan politik atau hukum, yang menyebabkan mereka bisa menghindari hukuman. Penegakan hukum di Indonesia juga sering terganjal oleh pengaruh politik dan lemahnya koordinasi antar lembaga negara.
Kendala:
1. Politik Patronase dan Kompromi: Banyak pejabat yang terlibat dalam politik patronase dan memiliki jaringan luas yang membuat mereka terlindungi dari jeratan hukum.
2. Kelemahan Sistem Peradilan: Meskipun KPK cukup aktif, namun sistem peradilan Indonesia sering kali dipandang lemah dalam mengeksekusi hukuman secara adil dan tegas. Praktik suap dan manipulasi hukum masih sering terjadi.
3. Kurangnya Independensi Lembaga Penegak Hukum: Adanya politisasi dalam beberapa lembaga penegak hukum, termasuk KPK, menjadi hambatan dalam menjalankan tugas secara independen.
NB: Klarifikasi
Rilis Ini Hanya analisis atau perbandingan yang bersifat opini, bukan fakta mutlak.
Lp: Galang