Parepare || Daftar Hitam News.Id – Polemik terkait transparansi pengambilan keputusan di DPRD Kota Parepare kembali mencuat. Thios Sappe, salah satu anggota DPRD Kota Parepare periode 2024-2029 dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menyoroti adanya dugaan lobi-lobi politik dalam proses pengambilan keputusan legislatif.
Dalam unggahannya di akun Facebook, Thios Sappe menyebut bahwa hanya 17 anggota DPRD yang dilobi oleh pimpinan agar cukup untuk mencapai kuorum dalam sidang paripurna. Lebih dari itu, ia juga menduga bahwa kelompok ini nantinya akan mendapatkan proyek tertentu sebagai bentuk timbal balik.
“Inimi nanti yang 17 kita kasih proyek, de najjie i beleng, kebiasaan mungkin massogok, jadi mau pakai cara-cara mafia,” tulisnya dalam unggahan tersebut. Yang di unggah pada 27 Maret 2025.
Pernyataan ini sontak memicu reaksi publik. Sebagian warganet menilai praktik semacam ini bukan hal baru dalam politik lokal, sementara yang lain mengkritik keras dugaan adanya transaksi politik dalam menentukan arah kebijakan daerah.
Protokoler Wali Kota Diusir dari Rapat Banggar
Selain dugaan lobi politik, insiden di Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Parepare juga menjadi sorotan. Dalam rapat tersebut, seorang protokoler Wali Kota tiba-tiba masuk tanpa izin ke ruang pembahasan bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Anggota DPRD Yusuf Lapanna langsung menegur dan meminta protokoler tersebut keluar dari ruangan, karena dianggap tidak memiliki kapasitas dalam pembahasan tersebut.
“Ini peristiwa tadi di Rapat Banggar, ada protokoler wali kota katanya nyelonong masuk ruang rapat. Karena bukan bagian dari TAPD dan kapasitas dalam rapat, makanya saya usir keluar,” ungkap Yusuf.
Insiden ini mendapat berbagai tanggapan dari warganet. Andi Ukki menanggapi dengan nada bercanda, menyebut Yusuf sebagai bagian dari Tim Perisai, sementara Ariyani Surya Sri menyatakan bahwa protokoler tersebut seharusnya lebih memahami aturan sebelum masuk ke ruang rapat tanpa izin.
Dalam unggahan lainnya, Thios Sappe mempertanyakan siapa yang sebenarnya memberi perintah kepada protokoler tersebut untuk masuk ke ruang rapat. Asy’ari Abdullah, salah satu warganet, menegaskan bahwa bahkan anggota DPRD yang bukan bagian dari Banggar saja tidak bebas masuk ke ruangan, apalagi seorang protokoler yang tidak memiliki kepentingan resmi dalam pembahasan tersebut.
LSM PAKAR Desak APH Selidiki Dugaan Lobi Politik dan Intervensi
Menanggapi isu ini, LSM PAKAR turut menyoroti dugaan intervensi dalam pembahasan anggaran di DPRD. Mereka mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera memanggil dan mengklarifikasi pihak-pihak yang diduga terlibat dalam upaya lobi politik yang mengarah pada penyuapan.
“Siapa saja yang masuk dalam daftar 17 anggota DPRD ini harus segera diperiksa. Jika ada indikasi lobi dengan motif suap untuk kepentingan kuorum di rapat paripurna, maka ini adalah masalah serius yang harus ditindak,” tegas perwakilan LSM PAKAR.
LSM PAKAR juga menekankan bahwa pola-pola seperti ini sangat berpotensi merugikan masyarakat, karena APBD seharusnya digunakan untuk kepentingan publik dan perputaran ekonomi rakyat, bukan sebagai alat bagi kelompok tertentu untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
“Salah satu target utama APBD adalah kesejahteraan rakyat. Jika praktik semacam ini dibiarkan, maka potensi penyimpangan anggaran semakin besar dan masyarakatlah yang paling dirugikan,” tambah perwakilan LSM PAKAR.
Polemik ini semakin memperkuat kecurigaan publik terhadap praktik politik transaksional yang terjadi di DPRD Parepare. Akankah kasus ini mendapat atensi serius dari aparat hukum, atau kembali tenggelam seperti isu-isu sebelumnya?
Hingga Berita ini di Publikasikan Media ini membuka ruang Hak jawab/Klarifikasi terhadap nama-nama yang kami sebutkan dalam pemberitaan yang kami sajikan demi keberimbangan informasi pubhlik.
Lp: Galang