Parepare || Daftar Hitam News.Id – Polemik pengelolaan dana hibah KPU Parepare terus berlanjut. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Parepare menanggapi kritik dari LSM PAKAR yang menyoroti transparansi pengelolaan anggaran hibah. Menurut Ketua KPU Parepare, pemahaman LSM PAKAR terkait proses pengelolaan dana hibah tidak sepenuhnya tepat, terutama dalam hal perubahan status anggaran dari APBD ke APBN. Jum’at 14 Maret 2025.
“Anggaran hibah yang dimaksud oleh LSM PAKAR memang berasal dari APBD dan melalui Kesbangpol sebelum dikirim ke rekening KPU. Namun, jika anggaran itu diperuntukkan untuk Pilkada, maka secara otomatis berubah menjadi anggaran APBN sesuai dengan regulasi yang berlaku,” jelas Ketua KPU Parepare.
Ia merujuk pada Undang-Undang No. 15 Tahun 2011, yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilihan kepala daerah diserahkan kepada KPU dan Bawaslu sebagai lembaga hierarkis yang menjalankan perintah dari KPU RI. Dengan demikian, KPU daerah hanya menjalankan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh KPU pusat, termasuk dalam pengelolaan anggaran.
Lebih lanjut, Ketua KPU Parepare juga membantah klaim LSM PAKAR terkait penggunaan dana hibah yang tidak bisa digunakan dalam tahun jamak. Menurutnya, Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 Pasal 166 menyatakan bahwa pendanaan Pilkada berasal dari APBD, tetapi setelah masuk ke KPU, statusnya berubah menjadi APBN. Hal ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 89/PMK.05/2016 dan PMK No. 99/PMK.05/2017.
“Jadi, tidak benar jika dikatakan bahwa anggaran ini tidak bisa digunakan dalam tahun jamak. Regulasi sudah mengatur mekanismenya. Saat ini, kami juga sedang diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama 90 hari, jadi semuanya akan jelas berdasarkan hasil audit,” tegas Ketua KPU Parepare.
LSM PAKAR Tetap Soroti Transparansi dan Keputusan KPU No. 1394 Tahun 2023
Menanggapi pernyataan tersebut, Ketua LSM PAKAR, Tenri Wara, tetap berpegang pada aturan bahwa penggunaan anggaran hibah harus transparan dan dipertanggungjawabkan sesuai regulasi yang berlaku. Ia menyoroti Keputusan KPU No. 1394 Tahun 2023, yang secara jelas mengatur bahwa anggaran hibah yang masuk ke DIPA KPU hanya berlaku untuk satu tahun anggaran dan tidak bisa digunakan dalam tahun jamak.
“Setelah dana hibah dari APBD masuk ke KPU, memang statusnya berubah menjadi APBN dan otomatis masuk ke dalam DIPA KPU. Tetapi, DIPA tersebut hanya berlaku untuk satu tahun anggaran, karena sumbernya dari hibah yang tidak bisa digunakan secara multi-years (tahun jamak). Artinya, penggunaan anggaran tahun 2024 harus berakhir pada 31 Desember 2024,” ujar Tenri Wara.
Ia menegaskan bahwa KPU Parepare tidak bisa menggunakan anggaran hibah tahun 2024 untuk kegiatan di tahun 2025. Jika ada kegiatan KPU di tahun 2025, maka harus menggunakan DIPA tahun anggaran 2025, bukan melanjutkan penggunaan sisa anggaran tahun sebelumnya.
Selain itu, LSM PAKAR juga mempertanyakan perbedaan jumlah dana yang dikembalikan oleh KPU Parepare. Berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang melibatkan KPU, Bawaslu, Kesbangpol, dan DPRD Parepare, telah disepakati bahwa sisa dana hibah yang harus dikembalikan adalah Rp6,5 miliar, bukan Rp5,4 miliar seperti yang diklaim KPU.
“Ini bukan soal perbedaan angka yang kecil. Ada selisih Rp1,1 miliar yang harus dipertanggungjawabkan. Kami mendesak agar KPU Parepare menjelaskan dengan transparan, dan jika perlu, dilakukan audit mendalam untuk menghindari adanya penyalahgunaan anggaran,” tegas Tenri Wara.
DPRD Parepare: Harus Sesuai Kesepakatan RDP
Ketua DPRD Parepare juga memperkuat pernyataan LSM PAKAR, menegaskan bahwa hasil RDP harus dihormati dan dijalankan sesuai kesepakatan yang telah dibuat.
“Kami sudah menyepakati dalam RDP bahwa dana yang harus dikembalikan adalah Rp6,5 miliar. Jika yang dikembalikan hanya Rp5,4 miliar, maka ada selisih Rp1,1 miliar yang harus dipertanggungjawabkan. Ini harus diaudit dengan jelas,” ujar Ketua DPRD Parepare.
Dengan adanya perbedaan pandangan ini, LSM PAKAR mendesak agar dilakukan audit transparan terhadap pengelolaan anggaran hibah KPU Parepare, terutama terkait penggunaan dan pengembalian sisa anggaran yang dinilai masih belum jelas.
“Kami akan terus mengawal persoalan ini agar tidak ada celah bagi penyalahgunaan anggaran. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana dana publik dikelola, dan KPU harus bertanggung jawab penuh atas penggunaannya,” pungkas Tenri Wara.
Hingga berita ini diterbitkan, polemik mengenai dana hibah ini masih terus bergulir, sementara KPU Parepare masih dalam proses pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama 90 hari.
Lp: Galang